Jumat, 11 Juli 2014

HASIL SURVEY CAK LONTONG



HASIL SURVEY CAK LONTONG

Pagi selepas sholat subuh biasanya rebahan dulu dan tanpa sengaja biasanya kebablasan tidur, dan kadang-kaang sampai bermimpi. Entah kenapa pagi ini kepikiran hasil quick count yang bikin masyarakat bingung dan gelisah, apa gerangan yang terjadi di republik ini. Media seakan-akan menguasai informasi Negara, sampai sedetail-detailnya. Ditambah lagi pola tingkah laku kaum elite yang kadang berpikirnya sempit, tanpa memikirkan efek buruk terhadap masyarakat yang di bawah, hanya kemenangan yang ada dalam benak mereka, dan saat ini mereka pun kayaknya sudah lupa akan penderitaan rakyat, lupa kepada relawan yang selama ini mendukungnya kalau  “relawan bayaran” dilupakan ga masalah, memang kerjaan dia seperti itu.
Tiba-tiba aku ingat surveinya Cak Lontong, ingat ini juga karena ada sahabat FB yang mengingatkannya. Dalam khayalanku aku mencoba melakukan pembayangan melihat acaranya CAK LONTONG di ILK, dan terjadilah dialog ala ILK versiku sendiri.
CAK LONTONG   : Apakah anda sekalian sudah siap mendengarkan hasil survey saya
DENY                     : Silakan (sambil geram, meremas-remas naskah scenario)
CAK LONTONG   : Kenapa? Anda tidak suka dengan Hasil Survei saya?
DENY                     : Ga pa pa….. silakan dilanjutkan (sambil mengepalkan tangan
                                  tanda menahan geramnya)
CAK LONTONG ; baiklah, perhatikan hasil survey saya.
        Anda  semua pasti sudah tahu hasil QC pilpres yang beredar di tengah
         masyarakat dan  anda pasti bingung melihat hasil yang ada pada saat ini.
        Tapi saya tidak bingung.    
        Kenapa..? Ada yang tahu jawabannya…. (semua diam)
        Kenapa anda diam saja…. (tetap dengan wajahnya yg dingin tanpa ekspresi)
        Baik, kalau begitu saya lanjutkan. Anda harus tahu kenapa
        hasil QC itu berbeda-beda..  karena dilaksanakan ditempat yang berbeda…
RICO CEPER        : (nyeletuk) ya iya lah semua orang juga tahu…
CAK LONTONG : eit….. tunggu dulu… tidak semua orang tahu tentang itu… dia tahunya
                                survey QC dilakukan di semua TPS jadi hasilnya menentukan Pilpres ini.
                                Ini yang harusdiluruskan. Dan masyarakat harus tahu itu.
       Ada lagi… kenapa hasil QC berbeda…
DENY                     : Apa lagiii……?
CAK LONTONG  : Karena dilakukan oleh orang yang berbeda…. Jika dlakukan oleh
                                orang yang sama pasti sulit karena penyelenggaraan pilpres serentak
                                diseluruh Indonesia. Bayangkan kalo yang melkaukan satu orang saja..
                                dia lari dari satu TPS ke TPS lainnya… trus terbang dari Papua ke
                                 Sulawesi..terus ke Kalimantan… Bali, Jawa, Sumatera….. 
                                 Sampai Banda Aceh… orangnya pingsan.
         Ada lagi…… Lembaga surveynya idependen atau tidak…
         saya tidak perlu menjelaskan itu… karena anda semua sudah tahu.
         Yang pasti sekarang anda akan mendapatkan hasil survey yang
          paling valid…..
DENY                     : Survey yang mana tuh….
CAK LONTONG ; Dari saya…… 

Semua serentak teriak.. Huuuu…!!!

CAK LONTONG  : Perhatikan…. Saya sudah bekerja sama dengan empat lembaga
                                survey yang hasilnya sama seperti hasil QC yang lain….
                                Tapi ini berbeda sekali….
RICO CEPER        : Katanya sama… kok berbeda sekali…..
CAK LONTONG : OK.. nanti anda akan tahu perbedaannya…. Anda siap mendengarkan
                                hasil survey saya…?
NARJI                    : Siap…..
CAK LONTONG : LEMBAGA SURVEY yang pertama hasilnya adalah Capres
                                nomer urut  satu mendapatkan suara sebanyak 90% dan
                                Capres nomor dua sebanyak 10%.
DENY                     : Wow….
CAK LONTONG : Anda pasti tercengang.Tunggu sampai saya selesai membacakannya…
        LEMBAGA SURVEY ke dua Capres nomer satu mendapatkan
        suara sebanyak 10% dan Capres nomor dua sebanyak 90%.
        LEMBAGA SURVEY ke tiga Capres nomer satu mendapatkan
        suara sebanyak 100% dan Capres nomor dua sebanyak 0%.
        LEMBAGA SURVEY ke empat Capres nomer satu mendapatkan
        suara sebanyak 0% dan Capres nomor dua sebanyak 100%.
        Anda sudah tahu bedanya….
DENY                     : Wow…itu bisa bedanya jauh banget gitu gimana ceritanya..
CAK LONTONG : Terimakasih… anda sudah bilang Wow…. anda jeli menyimaknya….
RICO CEPER        : Anak kecil juga tahu… itu mah beda banget…
CAK LONTONG  : Sesuai… sesuai dengan anda maksudnya….
         Anda mau tahu LEMBAGA SURVEY mana saja yng melakukannya
DENY                     :  Iya…. LEMBAGA SURVEY mana saja itu…
CAK LONTONG   : LEMBAGA SURVEY pertama adalah KOLAK PISANG
                                 (Koordinator Pelaksana Survei Sekitar Hambalang)
         LEMBAGA SURVEY ke dua adalah KOLANG KALING SOLO
         (Koordinator Langsung Keluarga Lingkungan Solo)
         LEMBAGA SURVEY ke tiga adalah  KELEPON RAJA
         (Keluarga dan Keponakan Hata Rajasa)
         LEMBAGA SURVEY ke empat JUS KELAPA
         (Jusuf Kala, Keluarga dan Keponakannya)
DENY                     : ini LEMBAGA SURVEY apa hdangan ta’jil
CAK LONTONG : Apakah anda tahu… apa kesimpulannya…?
KOMENG             : Silakan cepetan disimpulkan… keburu mual nih…
CAK LONTONG : Jadi kesimpulannya begini.. hasil survey tergantung dari
        Pertama…. Siapa yang melakukan survey
        Dua… Siapa yang disurvey
       Tiga… Dimana dilakukan Survey
        Empat…. Bagaimana anda menyikapi hasil survey itu…
        Terimakasih
DENY                     : OK. Tepuk tangan buat Cak Lontong..
Beginilah kira kira hasil khayalan saya.semoga tidak menyingung perasaan siapa saja termasuk para tokoh ILK yang ada dalam imajinasi saya.
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.



  

Rabu, 23 April 2014

GONDONGAN/PAROTITIS EPIDEMIKA (MUMPS)

GONDONGAN (MUMPS ATAU PAROTITIS)

gambar : http://citacitabunda.com/wp-content/uploads/2013/07/Solusi-Mengobati-Penyakit-Gondongan-Pada-Anak.jpg

Penyakit gondongan atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan parotitis atau mumps adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus (Paramyxovirus) dan menyerang jaringan kelenjar dan saraf.

Penyakit ini sering menyerang anak-anak usia 5-10 tahun dengan gejala khas rasa nyeri dan bengkak pada salah satu atau kedua kelenjar leher (parotis). Seorang anak akan mendapatkan kekebalah tubuh terhadap virus Paramyxovirus dari ibunya sampai usia 12-15 bulan saja. Itupun jika ibu pernah menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi sebelumnya.

Virus penyebab gondongan dapat menyebar melalui kontak langsung dengan percikan ludah, bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.

Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan. Sebanyak 30-40% penderita tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap menjadi sumber penularan.

Gejala awal penyakit gondongan berupa demam, rasa lesu, nyeri otot terutama daerah leher, nyeri kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran cepat dari satu atau dua kelenjar leher (parotis).

Gejala klasik yang muncul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan terutama makanan asam. Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh akan kembali normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang.

Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.

 Pada anak laki-laki yang belum pubertas dapat juga muncul pembengkakan testis pada minggu pertama atau kedua. Testis yang terserang terasa nyeri, bengkak dan kulit sekitarnya berwarna merah. Jika menyerang indung telur pada wanita dapat ditemukan keluhan nyeri perut bagian bawah.

Komplikasi dapat berupa infeksi otak (ensefalitis) dan ketulian namun jarang.

Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis.
Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja yaitu parasetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam.

Pengobatan dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat bermanfaat, begitu pula dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat penyembuhan.

Penderita penyakit gondongan masih dapat menjadi sumber penularan sampai 10-14 hari setelah keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya selama periode tersebut, penderita dianjurkan untuk tidak masuk sekolah atau melakukan aktifitas di keramaian.

 Untuk mencegah penularan gondongan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan, mulai dari cuci tangan, mencuci bersih peralatan makan atau mainan atau benda lain yang sering disentuh

Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini.

Cara pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi MMR (mumps, measles, rubella) yang merupakan bagian dari jadwal imunisasi rutin rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi dengan vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan kemudian usia 5-6 tahun.

Penulis
  1. dr. Melisa Anggraeni
  2. dr. I Md Gd Dwi Lingga Utama, Sp.A(K)
Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar

sumber :  http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis

Jumat, 18 April 2014

VARISELA/CACAR AIR

 

 

Varisela

No. ICPC II : A72 Chickenpox
No. ICD X : B01.9Varicella without complication (Varicella NOS)
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Infeksi akut primer oleh virus Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.Masa inkubasi 14-21 hari.
Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak langsung.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Demam, malaise, dan nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi kulit berupa papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Biasanya disertai rasa gatal.
Faktor Risiko
a. Anak-anak.
b. Riwayat kontak dengan penderita varisela.
c. Keadaan imunodefisiensi.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
Erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan menjadi keruh dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru yang menimbulkan gambaran polimorfik khas untuk varisela.Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas.

Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu sel datia berinti banyak.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.

Diagnosis Banding

a. Variola.
b. Herpes simpleks disseminata.
c. Coxsackievirus.
d. Rickettsialpox.

Komplikasi

Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien dengan gangguan imun. Varisela pada kehamilan berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin pada janin, menyebabkan sindrom varisela kongenital.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
a. Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel. Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.
b. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.
c. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi gatal.
d. Pengobatan antivirus oral, antara lain:
1. Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB (dosis maksimal 800 mg), atau
2. Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam pertama setelah timbul lesi.

Konseling dan Edukasi
Edukasi bahwa varisella merupakan penyakit yang self-limiting pada anak yang imunokompeten. Komplikasi yang ringan dapat berupa infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu, pasien sebaiknya menjaga kebersihan tubuh.
Penderita sebaiknya dikarantina untuk mencegah penularan.

Kriteria rujukan

a. Terdapat gangguan imunitas
b. Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis.

Sarana Prasarana

a. Lup
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel Tzanck

Prognosis

Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah bonam, sedangkan
pada pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam.

Gambar. Varisela
Sumber: http://www.hiv.va.gov/provider/image-library/varicella-zoster.asp?post=1&slide=110

Kamis, 17 April 2014

MORBILI/CAMPAK

Morbili

No. ICPC II : A71 Measles.
No. ICD X : B05.9 Measles without complication (Measles NOS).
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Suatu penyakit infeksi virus, yang ditandai dengan gejala prodromal berupa demam, batuk, pilek, konjungtivitis, eksantem patognomonik, diikuti dengan lesi makulopapular eritem pada hari ketiga hingga hari ketujuh.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Masa inkubasi 10-15 hari.
Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), dan konjungtivitis. Pada demam hari keempat, muncul lesi makula dan papula eritem, yang dimulai pada kepaladaerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga.

Faktor Risiko
Anak yang belum mendapat imunisasi campak

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Demam, konjungtivitis, limfadenopati general.
Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya eksantem.
Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula eritem, dimulai pada kepala pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga.
Lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan urutan sesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat kekuningan atau deskuamasi ringan.
Eksantem hilang dalam 4-6 hari.

 Pemeriksaan Penunjang
Biasanya tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel datia berinti banyak pada sekret.Pemeriksaan serologi dapat digunakan untuk konfirmasi Diagnosis.

Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Terdapat varian untuk morbili

a. Morbili termodifikasi.
b. Morbili atipik.
c. Morbili pada individu dengan gangguan imun.

Diagnosis Banding

Erupsi obat, eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum), demam skarlatina, infectious mononucleosis, infeksi M. pneumoniae.

Komplikasi

Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia.
Komplikasi berupa otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia.
 Pada anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
a. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
b. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
1. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
2. Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
3. Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
4. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.

Konseling dan Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular. Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
 Edukasi pentingnyamemperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapat dengan penderita.
 Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

Kriteria rujukan
Perawatan di Rumah Sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)

Sarana Prasarana
a. Lup.
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel datia.

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit selflimiting disease.

TUBERKULOSIS



1.  Tuberkulosis (TB) Paru

No ICPC II : A70 Tuberculosis
No ICD X : A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and histologically confirmed
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Tuberkulosis (TB)  adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB  yaitu  Mycobacterium  tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai  5 besar dari 22 negara di dunia dengan  beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%.  Saat ini timbul kedaruratan baru  dalam penanggulangan  TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak ≥ 2 minggu. Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai sesak napas, nyeri dada atau  pleuritic chest pain  (bila disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari 1 bulan.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik 
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5).  Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi
basah/suara napas melemah di apex  paru,  tergantung luas lesi dan kondisi pasien. 

Pemeriksaan Penunjang
a.  Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
b.  Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA)  atau kultur kuman dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu. 
c.  Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
d.  Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak. 
e.  Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal.
Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
1.  Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
2.  Pada  kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
f.  Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.  Pada TB,  umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) Standar Diagnosis
a.  Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
b.  Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah spesimen pagi.
c.  Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa mikrobiologi dahak.
d.  Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan kriteria berikut:
1.  Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks sesuai TB. 
2.  Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
e.  Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe mediastinal atau hilar) pada anak: 
1.  Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
2.  Foto toraks sesuai gambaran TB.
3.  Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB. 
4.  Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72 jam).

Diagnosis TB pada anak:

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang mengarah ke TB.  Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.


Gejala sistemik/umum TB pada anak:

a.  Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
b.  Masalah Berat Badan (BB):
1.  BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau
2.  BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik; atau
3.  BB tidak naik dengan adekuat.
c.  Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi  saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai
keringat malam.
d.  Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
e.  Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan;
f.  Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak.
Sistem skoring (scoring system)  Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-diagnosis maupun over-diagnosis.
 Tabel 1. Sistem Skoring TB Anak


    
Total skor  

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji  tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita
Catatan:  
a.  Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
b.  Demam (>  2 minggu) dan batuk (>  3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c.  Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/ tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
d.  Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
e.  Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.

Komplikasi

a.  Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
b.  TB  ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
c.  Kor Pulmonal

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan
a.  Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.
b.  Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
c.  Mencegah kekambuhan TB.
d.  Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
e.  Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.

Prinsip-prinsip terapi 
a.  Praktisi  harus  memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai.
b.  Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi  Obat Anti TB (OAT)  lini pertama sesuai ISTC (Tabel 2).
1.  Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol. 
2.  Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin 
3.  Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC)  yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).








c.  Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan prinsip pengobatan dengan: 
1.  Sistem  Patient-centred strategy,  yaitu memilih bentuk obat,  cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi pasien.
2.  Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed therapy) 
d.  Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah  follow-up mikroskopis dahak  (2 spesimen) pada saat: 
1.  Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi), 
2.  1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi. 
3.  Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan sebelum akhir terapi  dianggap gagal (failure) dan harus meneruskan terapi modifikasi yang sesuai.  
4.  Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas dalam follow up TB paru 
e.  Catatan tertulis harus ada mengenai:
1.  Semua pengobatan yang telah diberikan, 
2.  Respon hasil mikrobiologi 
3.  Kondisi fisik pasien
4.  Efek samping obat
f.  Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis – HIV sering bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian dari tatalaksana rutin. 
g.  Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi untuk:
1.  Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
2.  Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda. 
3.  Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD 4 < 200.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

Sumber penularan dan Case Finding TB Anak
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.  Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anaktersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). 

Konseling dan Edukasi
a.  Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk ketaatan konsumsi obat pasien.
b.  Kontrol secara teratur.
c.  Pola hidup sehat.

Kriteria Rujukan 

a.  TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke layanan sekunder.Pasien TB yang telah mendapat advis dari layanan spesialistik dapat melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan primer.
b.  Suspek TB – MDR harus dirujuk ke layanan sekunder.

Sarana Prasarana
a.  Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
b.  Mantoux test.
c.  Obat-obat anti tuberculosis.
d.  Radiologi.

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.

Kriteria Hasil Pengobatan :
1. Sembuh
2. Pengobatan lengkap
3. Meninggal
4. Default (Putus Berobat)
5. Gagal
6. Pindah



ARTIKEL APA YANG ANDA INGINKAN