DELIRIUM
http://sin.stb.s-msn.com/i/CA/9E138626127A3031C1E57676D634F.jpg
Batasan dan Uraian Umum
Suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi.Manifestasi klinis
Manifestasi klinik dapat sangat bervariasi. Delirium yaitu suatu keadaan kesadaran berkabut atau berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan. Manifestasi klinisnya yaitu:• Berkurangnya atensi (kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian), defisit memori, disorientasi, dan gangguan berbahasa.
• Agitasi psikomotor
• Gangguan persepsi
• Gangguan emosi
• Kekacauan arus dan isi pikir
• Gangguan siklus tidur-bangun.
• Terjadi dalam periode waktu yang pendek dan cenderung berfluktuasi dalam sehari
Klasifikasi Delirium
•1 Delirium Akibat Kondisi Medis Umum (KMU)•2 Delirium Akibat Intoksikasi Zat
. 3 Delirium Akibat Putus Zat
•4 Delirium Akibat Etiologi Beragam
•5 Delirium yang Tidak Spesifik
Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III
A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatianB. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia).
C. Gangguan Psikomotor berupa hipoaktivitas atau hiperaktivitas, pengalihan aktivitas yang tidak terduga, waktu bereaksi yang lebih panjang, arus pembicaran yang bertambah atau berkurang, reaksi terperanjat yang meningkat.
D. Gangguan siklus tidur berupa insomnia, atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau siklus tidurnya terbalik yaitu mengantuk siang hari. Gejala memburuk pada malam hari dan mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi setelah bangun tidur.
E. Gangguan emosional berupa depresi, ansietas, takut, lekas marah, euforia, apatis dan rasa kehilangan akal.
1. Delirium Akibat Kondisi Medis Umum
• Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian• Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
• Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam sehari
• Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh konsekuensi fisiologik langsung suatu KMU
Kondisi Medis Umum
Kondisi medis umum yang melatar belakangi delirium dapat bersifat fokal ataupun sistemik, misalnya:
1. Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, pendarahan, hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang dan migrain, dan lain-lain)
2. Penyakit sistemik (misalnya, infeksi, perubahan status cairan tubuh, defisiensi nutrisi, luka bakar, nyeri yang tidak dapat dikontrol, stroke akibat panas, dan di tempat tinggi (>5000 meter)
3. Penyakit jantung (misalnya, gagal jantung, aritmia, infark jantung, bedah jantung)
4. Gangguan metabolik (misalnya, ketidakseimbangan elektrolit, diabetes, hipo/hiperglikemia)
5. Paru (misalnya, COPD, hipoksia, gangguan asam basa)
6. Obat yang digunakan (misalnya, steroid, medikasi jantung, antihipertensi, antineoplasma, antikolinergik, SNM, sinrom serotonin)
7. Endokrin (misalnya, kegagalan adrenal, abnormalitas tiroid atau paratiroid)
8. Hematologi (misalnya, anemia, leukemia, diskrasia)
9. Renal (misalnya, gagal ginjal, uremia)
10. Hepar (misalnya, gagal hepar, sirosis, hepatitis)
2. Delirium Akibat Intoksikasi Zat
A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.B. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
C. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam sehari.
D. Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, sebagai berikut:
1. Simtom A dan B terjadi selama intoksikasi zat atau penggunaan medikasi
2. Intoksikasi zat adalah etiologi terkait dengan delirium
3. Delirium Akibat Putus Zat
A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.B. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
C. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam sehari.
D. Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, sebagai berikut:
Simtom A dan B terjadi selama atau segera setelah putus zat.
4. Delirium Akibat Etiologi Beragam
a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.b. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
c. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam sehari.
d. Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, bahwa :
Delirium memiliki lebih dari satu etiologi, misalnya lebih dari satu KMU, KMU dan intoksikasi zat, atau efek samping obat.
5. Delirium yang Tidak Dapat Dispesifikasi
A. Kriteria untuk tipe delirium tertentu tidak terpenuhi, misalnya; manifestasi delirium diduga akibat KMU, penyalahgunaan zat tetapi tidak cukup bukti untuk menegakkan etiologi spesifik.B. Delirium disebabkan oleh penyebab yang tidak tercatat pada seksi ini (deprivasi sensorik)
Diagnosis Banding
• Demensia• Gangguan Psikotik Singkat
• Skizofrenia
• Skizofreniform
• Gangguan Psikotik Lainnya
• Mood dengan Gambaran Psikotik
• Gangguan Stres Akut
Penatalaksanaan Tiga tujuan utama terapi delirium yaitu;
• Mencari dan mengobati penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang yang adekuat. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis gas darah, fungsi hati, dan fungsi ginjal, serta EEG atau pencitraan otak bila terdapat indikasi disfungsi otak).• Memastikan keamanan pasien
• Mengobati gangguan perilaku terkait dengan delirium, misalnya agitasi psikomotor.
Terapi Farmakologik
Sangat bijak bila tidak lagi menambahkan obat pada obat yang sudah didapat oleh pasien (biasanya pasien sudah mendapat berbagai obat dari sejawat lain) kecuali ada alasan yang sangat signifikan misalnya agitasi atau psikotik (dicatat di rekam medik alasan penggunaan obat). Interaksi obat harus menjadi perhatian serius. Antipsikotika dapat dipertimbangkan bila ada tanda dan gejala psikosis, misalnya halusinasi, waham atau sangat agitatif (verbal atau fisik) sehingga berisiko terlukanya pasien atau orang lain• Haloperidol mempunyai rekam jejak terpanjang dalam mengobati delirium, dapat diberikan per oral, IM, atau IV.
• Dosis haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat diulang setiap 30 menit (maksimal 20 mg/hari).
• Efek samping parkinsonisme dan akatisia dapat terjadi
• Bila diberikan IV, dipantau dengan EKG adanya pemanjangan interval QTc dan adanya disritmia jantung
• Pasien agitasi yang tidak bisa menggunakan antipsikotika (misalnya, pasien dengan Syndrome Neuroleptic Malignance) atau bila tidak berespons bisa ditambahkan benzodiazepin yang tidak mempunyai metabolit aktif, misalnya lorazepam tablet 1–2 mg peroral. Kontraindikasi untuk pasien dengan gangguan pernafasan.
Terapi Nonfarmakologik
1. Psikoterapi suportif yang memberikan perasaan aman dapat membantu pasien menghadapi frustrasi dan kebingungan akan kehilangan fungsi memorinya.2. Perlunya reorientasi lingkungan, misalnya tersedia jam besar.
3. Memberikan edukasi kepada keluarga cara memberikan dukungan kepada pasien
Peringatan
A. Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung antikolinergik (misalnya, triheksilfenidil) karena akan memperberat delirum.B. Fiksasi (restrain) adalah pilihan terakhir karena dapat menyebabkan semakin beratnya agitasi.
Komplikasi
Gangguan stres akut dapat terjadi pada pasien yang sudah sembuh dari delirium, misalnya, pasien dapat seperti mengalami kembali gangguan persepsi. Beberapa keadaan, seperti disorientasi, psikosis, deprivasi tidur menyebabkan delirium dipersepsikan oleh pasien sebagai peristiwa yang sangat traumatik. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan benzodiazepin, jangka pendek (misalnya lorazepam), pada pasien yang tetap cemas setelah deliriumnya membaik.
Prognosis
Prognosis bergantung kepada tatalaksana penyakit yang mendasarinya.Daftar Pustaka
1. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
2. American Psychiatric Association: Delirium. Dalam: Cetakan Pertama. 1993.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
3. Samuels SC, Neugroschl JA. Delirium. , 4th Edition, Text Revision, Washington, DC, American Psychiatric Association, 2000, hal. 136-147.
Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry,
4. Attard A, Ranjith G, Taylor D. Sadock BJ, Sadock VA, edit, seventh ed. Lippincott Williams & Wilkins, A Wolter Kluwer Company, 2000, hal.1054-1067.
Delirium and its Treatment. CNS Drugs 2008; 22 (8): 631-644.
Sumber :http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0CFQQFjAE&url=http%3A%2F%2Fwww.pdskji.org%2Fwp-content%2Fuploads%2F2012%2F10%2Ffinal-PNPK-versi-revisi-10.doc-1-44.pdf&ei=vzgiU4quEYrXrQePzYHYDg&usg=AFQjCNEJAHQhaSj0gNzxxa5oLc1wsgRyHg&sig2=5dCibHH8ZkHyixQWTy6xxA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar